Koq jadi kangen dan teringat sama Tince sukarti binti mahmud, Kembang desa yang berwajah lembut, Kuning langsat warna kulitnya maklum, Ayah arab ibunda cina. Eh maaf bukan si Tince tapi "Mince" Siamang (Symphalangus syndactylus) ku dulu.
Sebenarnya sih punya mbah ku dikampung pemberian Om ku yang pekerjaannya perambah hutan sebagai operator ekskavator, tapi tetap saja dulu aku merasa si Mince itu punya ku, soalnya mince nurut sekali sama aku, aku pun sayang sekali sama mince, habis lucu sekali, tingkah lakunya selalu membuatku tertawa, bahkan kelakuannya mirip sekali seperti manusia sampai aku berpikir koq bisa ya si Mince bisa bertingkah seperti itu jadi tidak habis pikir ku dibuatnya.
Siamang itu primata yang sungguh unik; tidak memiliki ekor, berbulu hitam, memiliki kantong leher atau kantong gular dan memiliki teriakan yang khas yang dapat didengar sampai kejauhan, lehernya akan mengembang dan kemerahan apabila berteriak.
Mince dipelihara sejak bayi jadi sangat jinak, mengenai asal usul si Mince, aku pernah bertanya pada Om ku, "Om mince dapat beli ya?? bukan saya dapat dari Hutan sewaktu tugas di Bengkulu", sahut om ku, lalu aku terus bertanya, "lalu dimana induk si Mince?" dan om ku menjawab, "Mati ditembak", sungguh membuat ku kaget malang sekali si Mince harus kehilangan Ibunya dan betapa teganya om ku menembak mati induknya Mince. Kemudian om bercerita bagaimana dia bisa memperoleh si Mince, "dulu sewaktu saya tugas di bengkulu untuk membuka lahan disana banyak sekali siamangnya, pokoke lucu tingkah lakunya berayun dari dahan satu ke dahan lainya, berteriak keras sekali dan tergoda untuk memelihara, pasti senang sekali keluarga ku di Jawa apabila di beri oleh-oleh seekor siamang, kemudian saya berpikir bagaimana cara mendapatkan siamang karena siamangnya liar, kalau begitu cari saja yang masih bayi biar mudah dipelihara dan nantinya akan jinak, sebenarnya cukup kesulitan juga sih mendapatkan bayi siamang soalnya bayi siamang tidak pernah lepas dari induknya menempel terus didada sang induk seakan-akan tidak terpisahkan, lalu terbesit pikiran jahat untuk menembak si Induk, dengan bermodalkan senapan angin dan mimis (peluru senapan angin) yang diolesin balsem gosok, karena mimis yang di olesi oleh balsem sangat ampuh dalam membunuh binatang. Selepas istirahat makan siang dengan membawa senapan angin saya bergegas memburu target yang sudah diintai sebelumnya, kemudian terliatlah target seekor induk siamang yang sedang menggendong anaknya sedang bersantai didahan pohon, dengan penuh konsentrasi dibidiklah induk siamang akhirnya terdengarlah letupan senapan angin dan induk siamang pun jatuh dari dahan pohon sembari memeluk bayinya, siamang lainnya pun berteriak dengan keras Pada waktu karena keadaan bahaya, siamang betina akan mengeluarkan suara yang nyaring dan diikuti oleh siamang jantan selama tiga hingga lima belas menit. Suara mereka dapat terdengar dari jarak sekitar 6,5 km. Siang itu menjadi sangat bising, kawanan siamang sepertinya berteriak menangis melihat salah satu anggotanya ditembak oleh saya. Lalu saya mendekati induk siamang dan mengambil anaknya, sungguh lucu siamang ini dan akan beri nama: "Mince" (karena nama yang sangat populer pada saat itu adalah nama yang pada kata belakangnya ada ce-nya contoh: tince, marice, sarce, nince sampai ice juice :)"
Beberapa minggu Mince dipelihara oleh om ku di hutan sampai waktu libur dari tugas telah tiba, rencana untuk membawa mince ke jawa pun datang. Segala sesuatunya telah dipersiapkan, saat itu perjalanan dilakukan via darat dengan menumpang truk perusahaan tempat om ku bekerja, ternyata perjalanan menuju Jawa tidak semulus apa yang diperkirakan, truk yang ditumpangi sering sekali mendapat pemeriksaan ketat dari petugas setempat, karena membawa hewan hutan adalah perbuatan ilegal, untungnya om ku tidak ditangkap oleh petugas, karena petugas tidak mengetahui tempat dimana Mince disembunyikan. Siapa sangka kotak tool perlengkapan truk menjadi kandang sementara si Mince, itulah mengapa bisa lolos dari pemeriksaan petugas.
Dari hutan belantara Bengkulu perjalanan dimulai sampai ke pelabuhan Bakauheni, Lampung untuk menumpang kapal feri, menuju Pelabuhan Merak, Banten, lalu ke Jakarta, sampai di Jakarta menumpang bus tujuan Blitar kampung halaman, sungguh perjalanan yang sangat melelahkan.
Sesampai di kampung betapa senang keluarga disana salah satu anggota keluarga dari perantauan tiba, dan senang juga karena om ku membawa oleh-oleh yaitu Mince sang Siamang lucu, kehadiran Mince sungguh membawa warna dalam kehidupan Mbah ku dan keluarga.
Mince menjadi anggota keluarga baru yang memberi suasana baru, tingkah lakunya selalu ditungu bahkan oleh para tetangga, satu kampung menjadi ramai karena ada tontonan gratis dari Mince, setiap yang datang melihat Mince selalu membawa buah tangan, ada yang bawa pisang, kue dan lain sebagainya. Ternyata Mince itu pintar tidak mau dikasih sedikit, aku saja pernah membawa 2 pisang aku beri yang kecil tapi dia ga mau dia langsung merampas pisang yang lebih besar.
Aku pun teringat sebuah cerita cara menangkap kera, konon di suatu masa ada seorang raja yang mengadakan sayembara barang siapa bisa menangkap kera milik sang raja yang lepas dan kabur ke dalam hutan akan mendapatkan hadiah tapi dengan satu syarat kera tersebut tidak boleh terluka.
Seluruh pemuda di kerajaan tersebut mengikuti sayembara tersebut tapi keseluruhannya gagal menangkap kera tersebut, ada yang menggunakan jebakan tapi gagal ternyata kera tersebut kera yang cerdas, ada yang menangkap dengan menggunakan jaring tapi gagal juga karena kera tersebut sangatlah lincah, dengan berbagai cara telah dicoba tapi selalu gagal.
Kemudian ada pemuda dari negeri tetangga mencoba peruntungan mengikuti sayembara, dia pergi ke Hutan mencari kera dengan membawa Guci besar yang berisikan kacang makanan kegemaran sang kera, pemuda-pemuda yang gagal menangkap kera berkata kepada yang pemuda negeri tetangga: "hei pemuda negeri tetangga mana mungkin kau bisa menangkap kera itu dengan hanya bermodalkan kacang itu, kami pun sudah mencoba menjebak dengan memberi kacang tapi selalu gagal, aku yakin kamu pun akan gagal seperti kami"
Pemuda negeri tetangga pun berkata "bukan soal kacangnya saja tapi juga guci yang jadi alat untuk menangkap kera".
"Kau gila ya mana bisa guci itu menangkap kera kau pikir jin apa yang bisa di masukan ke dalam guci", sahut pemuda yang gagal menangkap kera.
"Memang menjadi suatu yang mustahil bisa memasukan kera ke dalam Guci yang memiliki lubang kecil yang hanya bisa muat untuk tangan sang kera", jawab pemuda negeri tetangga
Bergegas pemuda tersebut masuk kedalam hutan tempat kera bersembunyi, ditaruhnya Guci itu di hutan kemudian ditinggal begitu saja guci tersebut, dan mengamatinya dari kejauhan. Pemuda tersebut menanggap Kera memang cerdas tapi selain itu Kera juga memiliki sifat serakah.
Ternyata benar dugaan pemuda tersebut, sang kera mendekati guci besar yang berisikan kacang dengan semangat sang kera memasukan tangannya ke lubang kecil guci karena serakah kera meraup kacang sebanyak-banyaknya karena lubang guci kecil genggaman tangan kera yang penuh kacang tidak bisa keluar, dan disaat itu pemuda tadi menghampiri kera, kera pun melihat pemuda tersebut ketakutan ingin kabur tapi sang kera juga tidak mau melepaskan kacang dari genggamannya, karena sifatnya yang serakah, alhasil Kera yang cerdas dan lincah itu dengan mudah ditangkap oleh pemuda negeri tetanga.
Dan pemuda Negeri tetangga memenangkan sayembara dan mendapat hadiah berlimpah dari sang raja.
Pelajaran yang bisa diambil dari cerita tersebut bahwa keserakahan adalah awal dari bencana, keserakahan itu menjadikan diri kita seperti kera atau monyet, keserakahan membuat pikiran kita tidak dapat berpikir jernih, dan menutup hati nurani kita.
Tapi kalau boleh jujur serakahnya kera itu belum seberapa jika dibandingkan dengan keserakahannya Manusia, contohnya om saya, dan saya dengan begitu serakahnya memisahkan Mince dengan Induknya sampai di tembak mati oleh om saya hanya demi nafsu memiliki binatang peliharaan. Dan saya yakin masih banyak orang-orang lain seperti om saya dengan membabi buta berburu hewan yang dilindungi baik untuk dipelihara maupun dijual lagi, buktinya banyak sekali binatang eksotik Indonesia yang sudah masuk kategori teramcam Punah. Kalau tidak percaya kapan-kapan main ke pasar Pramuka Jakarta, kita bisa menemukan berbagai macam hewan yang dilindungi dijual dengan bebas di pasar tersebut. Belum lagi keserakahan manusia dengan mengeksploitasi hutan gila-gilaan sehingga hutan Indonesia yang begitu hijau dan luas menjadi rusak dan tandus.
Semoga saja Anak Cucu Kita masih bisa melihat sisa-sisa keanekaragaman kekayaan Flora dan Fauna Indonesia di masa yang akan datang.
Salam.